Rabu, 03 Agustus 2016

PEMERIKSAAN FISIK LENGKAP


Assalamualaikum, hello guys this is the first time i am sharing on my blog, hahahahaha.... sok ingrris maklum lagi belajar. guys ini postingan pertama aku, disini aku ingin berbagi dengan kalian seputar Pemeriksaan Fisik yang sering dilakukan oleh perawat maupun dokter, dengan bahasa lain mereka menyebutnya Anamnase. pemeriksaan ini tujuannya untuk mengetahui dan melengkapi data pasien dari ujung kepala sampai ke ujung kaki atau "Head to Toe" tentang riwayat pasien dan keadaan fisik pasien. 


PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemiliha terapi yang diterima klien dan penentuan respon terhadap terapi tersebut. (potter dan perry, 2005)
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnase, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat untuk klien. (Dewi Sartika, 2010)

TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK
1.        Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan mengguanakn indera peglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum megenai keadaan keshatan yang dibentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya menggunakan alat khusus seperti optalomoskop, otoskop, speculum dan lain lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Inspeksi addalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Focus in.speksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi dan penonjolan/pembengkakan. Setelah inspeksi perlu dibandingakn hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2.        Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat dijangkau tangan. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palapai adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi cirri-ciri jaringan atau organ seperti : temperature, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonojolan. (Dewi Sartika, 2010)
                                Hal yang diddeteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
3.        Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh untuk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur dibawahnya. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/lokasi  dan konsistensi jaringan. (Dewi Sarika, 2010)
4.        Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskutasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara medengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasaya menggunakn alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus. (Dewi Sartika, 2010)

             Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
a.        Control infeksi
Meliputi mencucui tangan, memasang sarrung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
b.        Control lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendela atau skerem untuk menjaga privacy klien.
1.        Komunikasi (penjelasan prosedur)
2.        Privacy dan kenyamanan klien
3.        Sistematis dan konsisten (head to toe, dari eksternal ke internal, dari normal ke abnormal)
4.        Berada di sisi kanan klien
5.        Efisiensi
6.        Dokumentasi

TUJUAN PEMERIKSAAN FISIK
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1.        Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2.        Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3.        Untuk mengkonfiramsi dan mengindentifikasi diagnose keperawatan.
4.        Untuk membantu penilaian klinis tentang perubhana status kesehatan klien dan penatalaksanaan.
5.        Untuk mengevaluasi hasil fisiologi dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan dijelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan dilakukna pemeriksan fisik.

MANFAAT PEMERIKSAAN FISIK
                Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, abik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1.        Sebagai data untuk membantu perawata dalam menegakkan diagnose keperawatan
2.        Mengetahui masalah kesehatan yang dialami klien
3.        Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4.        Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

INDIKASI
Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada;
1.        Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk dirawat
2.        Secara rutin pada klien yang seddang dirawat
3.        Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK
persiapan
a.        Alat
Meteran, timbangan BB, penlight, stetoskop, tensimeter/spighmomanometer, thermometer, arloji/stopwatch, refleks hammer, otoskop, hanschoon bersih (jika perlu), tissue, buku catatan perawat. Alat diletakkan ditempat tidur klien yang akan diperiksa.
b.        Lingkunagan
Pastikan ruangan dalam keadaaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu/jendela atau skerem untuk menjaga privacy klien.
c.        Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju perioksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

Prosedur Pemeriksaan
a.        Cuci tangan
b.        Jelaskan prosedur
c.        Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila diperlukan
d.        Pemeriksaan umum meliputi: penampilan umum, status mental dan nutrisi.
             Posisi klien : duduk/berbaring
                Cara : inspeksi
1.        Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : kesadaran penuh/compos mentis, ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
2.        Tanda-tada stress/ kecemasan (Normal : relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
3.        Jenis kelamin
4.        Usia dan gender
5.        Tahapan perkembangan TB, BB (Normal : BMI dalam batas normal)
6.        Kebersihan personal (Normal : bersih dan tidak bau)
7.        Cara berpakaian (Normal : benar/ tidak terbalik)
8.        Postur dan cara berjalan
9.        Bentuk dan ukuran tubuh
10.     Cara bicara (Normal : relaks, lancer, tidak gugup)
11.     Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal
12.     Dokumentasi hasil pemeriksaan

ANAMNASE
1.          keluhan utama, merupakan keluhan yang dirasakan klien, sehingga menjadi alasan klien dibawa ke rumah sakit.
2.          Riwayat penyakit sekarang
Kronologis dari penyakit ynag diderita saat ini mulai dari awal hingga dibawa ke RS secara lengkap meliputi:
P = Provoking atau Paliatif
                   Apa penyebab gejala? Apa yang dapat mengurangi dan memperberat penyakitnya? Apa yang dilakukan pada saat gejala mulai dirasakan? Keluhan psikologis yang dirasakan?
                   Q = Quality dan Quantity
                   Seberapa tingkat keparahan yang dirasakn klien
R = Regio atau Radiation
          Pada area mana gejala dirasakan? Sejauh mana penyebarannya?
S = Severity
          Tingkat/skala keparahan, hal-hal yang memperberat atau mengurangi keluhan
T = Time
          Kapan gejala mulai muncul? Seberapa sering dirasakan? Apakah timbul tiba-tiba atau bertahap? Kambuhan, dna lama dirasakan?
3.          Riwayat Penyakit Yang Lalu
Penyakit apa saja yang pernah dialami klien, baik yang ada hubungannya dengan penyakit yang diderita sekarang atau tidak ada hubungannnya dengan penyakit yang di derita sekarang, riwayat operasi, dan termasuk riwayat alergi.
4.          Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama? Penyebab kematian bila ada anggota keluarga yang meninggal? Apakah ada jenis penyakit herediter dalam keluarga?

POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN
a.          Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Mengkaji jenis, jumlah, dan waktu makan selama di rumah dan di rumah sakit, pantangan makanan? Kesulitan menelan, mengunyah, mual, anoreksia? Usaha mengatasi kesulitan yang dialami klien?
b.          Pola Eliminasi
Mengkaji jumlah, warna, abu, konsistensi, konstipasi, incontinentia, frekuensi, BAB dan BAK klien? Upaya mengatasi masalah yang dialami klien?
c.          Pola Istirahat Tidur
Mengkaji waktu mulai tidur, waktu bangun, penyulit tidur, yang mempermudah tidur, gangguan tidur, pemakaian jenis obat tidur, hal yang menyebabkan klien mudah terbangun?
d.          Pola Kebersihan diri/Personal Hygeine
Mengkaji status kebersihan mulai dari rambut hingga kaki, frekuensi mandi, gosok gigi, cuci rambut, potong kuku?
e.          Aktivitas lain
Olah raga yang dilakukan, hobby dsb?

RIWAYAT PSIKOLOGIS
a.          Status Emosi
Bagaimana ekspresi hati dan perasaan klien, tingkah laku yang menonjol, suasana yang membahagiakan klien, stressing yang membuat perasaan klien tidak nyaman.
b.          Gaya Komunikasi
Apakah klien tampak hati-hati dalam berbicara, apakah pola komunikasinya spontan atau lambat, apakah klien menolak untuk diajak kkomunikasi, apakah komunikasi klien jelas, apakah klien menggunakan bahasa isyarat.
c.          Pola Interaksi
Kepada siapa klien berespon, siapa orang yang dekat dan dipercaya klien, apakah klien aktif atau pasif dalam berinteraksi, apakah tipe kepribadian klien terbuka atau tertutup.
d.          Pola Pertahanan
Bagaimana mekanisme koppign klien dalam  mengatasi masalahnya
e.          Damapak di Raeat di Rumah Sakit
Apakah ada perubahan secara fisik dan psikologis selama klien di rawat di RS.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
a.          Latar Belakang Sosial, Budaya dan Spiritual klien
Apakah klien aktif dalam kegiatan masyarakat, apakah ada konflik social yang dialami klien, bagaimana ketaaatan klien dalam menjalankana agamanya, apakah klien mempunyai teman dekat yang senantiasa siap membantu.
b.          Ekonomi
Siapa yang membiayai perawatan klien selama dirawat, apakah ada masalah keuangan dan bagaimana mengatasinya

PENGUKURAN TANDA VITAL
Posisi klien : duduk / berbaring
a.          Suhu Tubuh (Temperatur)
Pada orang dewasa pada axillar, pada bayi dan anak pada rectal atau oral, dan pada kkondisi yang memerlukan tingkat akurasi yang memerlukna tingkat akurasi yang tinggi pada orang dewasa bias per-oral atau per-rectal (Normal : 36,5 – 37,5oC)
b.          Tekanan Darah (TD)
TD normal : 120/80 mmHg
Perhatikan karakteristik suara aliran darah dalam arteri berikut:
1.        Bunyi Korothkof I : bunyi yang pertama tedengar lemah, nadanya agak tinggi, terdengar tak-tek…. (Suara Sistol)
2.        Bunyi Korotkhof II : adanya bunyi seperti K I, tapi diserrtai bising, terdengar tekss,,,, atau tekrd.
3.        Bunyi Korotkhof III : adanya bunyi yang berubah menjadi keras, nada rendah tanpa bising, terdengar deg…deg…
4.        Bunyi Korotkhof IV : saat bunyi jelas seperti K III melemah
5.        Bunyi Korotkhof V : saat bunyi menghhilang (Suara Diastol) 
c.          Nadi
Meraba nadi radial yang termudah, bila tidak teraba nadi carotic atau apical, pada bayi nadi temporal
a)        Frekuensi = normal : 60-100 x/menit
            Takikardi : > 100
            Bradikardi : <6 span =””>
b)       Keteraturan = normal : teratur
c)        Kekuatan = 0: tidak ada denyutan
1+ : denyutan kurang teraba
2+ : denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap
3+ : denyutan kuat dan mudah teraba
d.          Pernafasan
Dengan menyilangkan tangan klien di dada amati pergerakan dinding klien
a)        Frekuensi : normal : 15 – 20 x/menit
Takipnea : > 20
Bradipnea : < 15
b)       Keteraturan : normal : teraatur
c)        Penggunaan otot bantu pernafasan : normal : tidak ada setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yan didapat.

PEMERIKSAAN KULIT DAN KUKU
Tujuan :
1)       Mengetahui kondisi kulit dan kuku: turgor kulit dan tekstur kulit, lesi atau bekas luka
2)       Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.
Persiapan:
1)       Posisi klien: duduk/berbaring
2)       Pencahayaan yang cukup/ lampu
3)       Sarung tangan (untuk lesi basah dan berair)
Prosedur pelaksanaan
a.        Pemeriksaan kulit
Inspeksi: kebersihan, warna, pigmentasi (warna kehitaman/kecoklatan), lesi/perlukaan,pucat, sianosis, dan ikterik.
Palpasi:                kelembapan, suhu permukaan kulit (akral dingin atau hangat), tekstur (kasar/halus), ketebalan, turgor kulit (elastic atau tidak), dan edema?
·       Derajat 0 : kembali spontan
·       Derajat 1 : kembali dalam 1 detik
·       Derajat 2 : kembali dalam 2 detik
·       Derajat 3 : kembali dalam waktu lebih dari 2 detik
Normal : lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema. Setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Identifikasi luka pada kulit
A.      Tipe Primer
a.        Macula : perubahan warna kulit, tidak teraba, batas jelas, bentk melingkar kurang dari 1 cm.
Patch : bentuk melingkar lebih dari 1 cm
b.        Papula : menonjol, batas jelas, elevasi kulit padat, kurang dari 1 cm, plaque lebih dari 1 cm
c.        Nodule : tonjolan padat berbatas jelas, lebih dalam dan lebih jelas dari pada papula ukuran 1-2 cm, tumor lebih dari 2 cm
d.        Vesikula : penonjolan pada kulit, bentuk bundar, berisi cairan serosa, diameter kurang dari 1 cm, bulla diameter lebih dari 1 cm
B.       Tipe Sekunder
a.        Pustule : vesikel/ bulla yang berisi nanah
b.        Ulkus : luka terbuka yang diakibatkan oleh vesikula/bulla yang pecah
c.        Crusta : cairan tubuh yang mongering (serum, darah/nanah)
d.        Exsoriasi : pengelupasan epidermis
e.        Scar : pecahnya jarigan kulit sehingga terbentuk celah retakan
f.         Lichenifikasi : penebalan kulit karena garukan atau tertekan terus
Kelainan – kelainan pada kulit
a.           Naevus Pigmentosus : hiperpigmentasi pada kulit dengan batas jelas (tahi lalat)
b.          Hiperpigmentasi : Daerah kulit yang warnanya lebih gelap dari yang lain (Cloasma Gravidarum)
c.           Vitiligo / hipopigmentasi : daerah kulit yang kurang berpigment
d.          Tattoo : hiperpigmentasi buatan
e.           Haemangioma : bercak kemerahan pada pembuluh darah, dapat merupakan tumor jinak atau tahi lalat.
f.           Angioma / toh : pembengkakan yang terbentuk oleh proliferasi yang berlebihan dari pembuluh darah
g.          Spider Naevi : pelebaran pembuluh darah arteriola dengan bentuk aliran yang khas seperti kalajengking dan bila ditekan hilang.
h.          Striae : garis putih pada kulit yang terjadi akibat pelebaran kulit, dapat ditemui pada ibu hamil.
Prosedur Pelaksanaan
b.        Pemeriksaan Kuku
Tujuan :
1)       Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang
2)       Untuk mengetahui kapiler refill
Inspeksi :             catat mengenai warna, kebersihan, bentuk : clubbing karena hypoxia pada kanker paru, beau’s lines pada penyakit difisisensi fe/anemia fe, dan warna kuku (biru; sianosis, merah; peningkatan visibilitas Hb).
Normal : bersih, bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik atau sianosis.
Palpasi :               catat adanya nyeri tekan, ketebalan kuku dan capillary refile (pengisian kapiler, padda pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik).
                            Normal : aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.

Setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkana dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, mulut dan leher
Posisi klien : duduk, untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher, perawat berhadapan dengan klien.

PEMERIKSAAN KEPALA, RAMBUT, WAJAH, MATA, TELINGA, HIDUNG, MULUT, LEHER DAN TENGGOROKAN, DADA, ABDOMEN, EKSTREMITAS ATAS, EKSTREMITAS BAWAH,GENITALIA.

PEMERIKSAAN KEPALA
Tujuan :
1)       Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
2)       Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
Persiapan alat :
1)       Lampu
2)       Sarung tangan (jika diduga terdapat lesi atau luka)
Proserdur pelaksanaan
Inspeksi :             ukuran lingakar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna rambut, jumlah dna distribusi rambut.
Normal : simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi (rambut jagung dan kering).
Palpasi :               adanya pembengkakan/penonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan kepala sesuai kebutuhan.
                            Normal : tidak ada penonjolan/pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.

Setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
                           
PEMERIKSAAN RAMBUT
Tujuan :
1)       Untuk mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut
2)       Untuk mengetahui mudah rontok dan kotor
Tindakan :
I  = distribusi rambut merata atau tidak, bercabang.
P = mudah rontok/tidak, tekstur kasar/halus

PEMERIKSAAN WAJAH
Inspeksi :          warna kulit, pigmentasi, bentuk dan kesimetrisan.
Normal : warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
Palpasi :            nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang.
                         Normal : tidak ada nyeri tekan dan edema.

                         Setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang dapat tersebut.

PEMERIKSAAN MATA
Tujuan :
1)       Mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan penglihatan, visus dan otot-otot mata)
2)       Mengetahui adanya kelainan pada mata atau peradangan pada mata.
Peersiapan alat :
1)       Senter kecil
2)       Surat kabar atau majalah
3)       Kartu Snellen
4)       Penutup mata
5)       Sarung tangan
Prosedur pelaksanaan
Inspeksi :             bentuk,  kesimetrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimetrisan bola mata, warna, konjungtiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata/lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.
                            Normal : simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
                Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajat persepsi deteil dan contour beda. Cisus tersebut dibagi dua yaitu :
1)       Visus sentralis
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a.        Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh, pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
b.        Virus sentralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain-lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
2)       Visus periver
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 fert atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal

Prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen yaitu:
1)       Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
2)       Meminta pasien duduk menghadap kartu snellen dengan jarak 6 meter.
3)       Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa yang ditunjuk di kartu snellen) dengan menutup salah satu mata dengna tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu)
4)       Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan symbol di kartu snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah.
5)       Jika pasien tidak bisa melihat satu symbol maka diulang lagi dari barisan atas. Jika tetap mkaa nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
6)       Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (nilai visus oculi dextranya 1/300)
7)       Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
8)       Pemeriksaan dilanjutkan dengan visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
9)       Melaporkan  hasil visus oculi sinistra dan dextra. (pada pasien vos/vodnya “x/y” artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat melihat sejauh y meter).

Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata
Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata Dilakukan Dengan Cara Cover-Uncover Test/Tes Tutup-Buka Mata
Tujuan :   untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria
                Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan posisi bola mata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bola mata yang tersembunyi atau sifatnya latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat.
                Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tengang atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi factor utama yang membuat otot-otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, sehingga timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.

Dasar pemeriksaan cover-uncover test / tes tutup-buka mata :
1)       Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah satu matanya dengan penutup/occlude, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau penyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
2)       Pemeriksa member perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
3)       Sewaktu tutup dibuka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja ditutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
4)       Sewaktu tutup dibuka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah (temporal) pada mata yang baru saja ditutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
5)       Sewaktu tutup dibuka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) ke arah bawah (inferior) pada amta yang baru saja ditutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA.
6)       Sewaktu tutup dibuka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPORPHORIA.


Alat / sarana yang dipakai :     1. Titik/lampu untuk fiksasi
                                                                2. jarak pemeriksaan :
                                                                    Jauh : 20 feet (6 meter)
                                                                    Dekat : 14 Inch (35 cm)
3.    Penutup/Occluder
Prosedur pemeriksaan :
1)       Minta pasien untuk selalu dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
2)       Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga apabila terjadi gerakan dari mata yang baru saja ditutup dapat dilihat dengan jelas atau dideteksi dengan jelas.
3)       Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
4)       Sewaktu tutup dibuka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja diitutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial X (gambar D)
5)       Sewaktu tutup dibuka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kea rah (temporal) pada mata yang baru saja ditutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA. Esophoria dinyatakan dengan inisial E (gambar C)
6)       Sewaktu tutup dibuka, terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja ditutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial X (gambar E).
7)       Sewaktu tutup dibuka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja ditutup, berarti terdapat kelainan HYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan dengan inisial X (gambar F)
8)       Untuk mendeksi heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali adanya suatu gerakan, seolah posisi mata tetap ditempat. Untuk itu metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test).

Pemeriksaan Tekanan Bola Mata :
                 Dengan menggunakan tonometri atau palpasi bola mata untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau konsistensi bola mata.
Pemeriksaan dengan Oftalmoskop
                Oftalmoskop adalah alat dengan system cermin optic untuk melihat anatomi interna dari mata. Ada dua cakram pada oftalmoskop:
Satu untuk mengatur lubang cahaya (dan filter), dan satu lagi untuk merubah lensa untuk mengoreksi kesalahan retraktif baik dari pemeriksa maupun pasien.
                Lubang-lubang dan filter-filter yang paling kecil ynag paling penting adalah lubang kecil, lubang besar, dan filter bebas me rah. Lubang kecil adalah untuk pupil yang tidak berdilatasi; lubang besar untuk pupil yang berdilatasi; dan filter bebas-merah menyingkirkan sinar merah dan dirancang untuk melihat pembuluh darah serta perdarahan. Dengan filter ini, retina tampak abu-abu, diskus berwarna putih, macula kuning, dan darah tampak berwarna hitam.
Menggunakan oftalmoskop
1)       Oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan di deapn mata pemeriksa, untuk memeriksa mata kanan pasien. Pasien diminta untuk melihat lurus ke depan dan mata terfiksasi pada sasaran yagn jauh. Jika pemeriksa menggunakan kacamata, maka kacamata harus dilepas supaya dapat meliat retina dengan lebih baik.
2)       Lampu oftolmoskop dinyalakan, lubang dipindahkan ke lubang kecil.
3)       Pemeriksa harus memulai dengan diopter lensa diatur pada angka “0” jika ia tidak menggunakan kacamata. Pemeriksa yang miopi harus memulai dengan lensa “minus”, yang ditunjukkan oleh angka-angka berwarna merah; pemeriksa yang hiperopia akan memerlukan lensa “plus” yang ditunjukkan oleh angka-angka berwarrna hitam. Jari telunjuk tetap pada cakram untuk memudahkan mengatur focus.
4)       Oftalmoskop diletakkan berlawanan dengan dahi pemeriksa, sedangkan ibu jari kiri pemeriksa mengangkat kelopak mata kanan pasien.
5)       oftalmoskop dan kepala pemeriksa harus berfungsi sebagai satu unit. Pemeriksa yang melihat melalui oftalmoskop, harus mendekati pasien setinggi mata sejauh sekitar 15 inci pada sudut 20o lateral dari pusat, cahaya harus menyinari pupil. Pantulan sinar berwarna merah, reflex merah, dapat terlihat pada pupil. Pemeriksa harus memperhatikan setiap kekeruhan pada kornea atau lensa.
6)       Dengan bergerak kea rah pasien dengan garis 20o yang sama, pemeriksa akan mulai melihat pembuluh darah retina. Pemeriksa harus bergerak lebih dekat ke pasien, membawa lengan yang memegang oftalmoskop berlawanan dengan dagu pasien. Jika sudah terjadi kontak dengan pasien, maka akan terlihat pupil saraf optikus atau pembuluh darah. Dengan memutar roda diopter. Unit tenaga optic dari lensa untuk sinar cahaya divergen atau konvergen.
7)       Setelah dilakukan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Palpasi
                Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler) jika ada eningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji adanya nyeri tekan.

PEMERIKSAAN TELINGA
Tujuan                        : mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi     pendengaran.
Persiapan alat             : a) arloji berjarum detik
                                     b) garpu tala
                                     c) speculum telinga
                                     d) lampu  kepala
Prosedur Pelaksanaan
a.        Inspeksi
Bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang telinga (cerumen/ tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
Normal : bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak  ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu tidak ada alat bantu dengar.
b.        Palapsi
Nyeri tekan aurikuler, mastoid dan tragus.
Normal : tidak ada nyeri tekan.
Setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

Pemeriksaan Dengan Bisikan
1.        Mengatur pasien berdiri membelakangi pemeriksa pada jarak 4-6 meter.
2.        Menginstruksikan pada klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.
3.        Membisikan suatu bilangan missal “6 atau 5”.
4.        Menyuruh pasien mengulangi apa yang didengar.
5.        Melekukan pemerikssaan telinga yang satu.
6.        Bandingkan kemampuan mendengar telinga Ka.Ki.
Pemeriksaan Dengan Arloji
1.        Mengatur suasana terang
2.        Pegang sebuah arloji disamping telinga klien
3.        Menyuruh klien mengatakan apakah mendengar suara detak arloji.
4.        Memindahkan arloji secara berlahan-lahan menjauhi telinga dan suruh pasien menyatakan tak mendengar lagi.
5.        Normalnya pada jarak 30 cm masih dapat didengar.
Pemeriksaan Telinga Dengan Garpu Tala
a.        Pemeriksaan Rinne
1.        Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan.
2.        Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
3.        Anjurkan klien untuk  member tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi.
4.        Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan didean lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
5.        Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.
6.        Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b.        Pemeriksaan Webber
1.        Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang berlawanan.
2.        letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien.
3.        Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
4.        Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut.
Tes Weber
1.        Pegang GT pada tangkainya dan puukulkan pada telapak tangan atau jari.
2.        Letakkan tangkai GT ditengah puncak kepala/os. Frontalis atas.
3.        Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas antara telinga Ka.Ki atau hanya jelas pada satu sisi saja.
4.        Mencatat hasil pemeriksaan
Tes Swebeck
1.        Untuk mengetahui membandingkan pendengaran pasien dengan pemeriksa
2.        Dekatkan GT pada telinga klien kemudian dengan cepat didekatkan  ketelinga pemeriksa.

PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS
Tujuan : 1) mengetahui bentuk dan fungsi hidung
2)     Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi
Persiapan alat : 1) speculum hidung
2)     Senter kecil
3)     Lampu penerang
4)     Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur pelaksanaan
a.        Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung (lesi,secret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda-tanda infeksi).
Normal : simetris Ka.Ki, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
b.        Palpasi dan perkusi frontalis dan maksilaris (bengkak, nyeri dan septum deviasi)
Normal : tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
             Setelah diadakan pemeriksaaan hidung dan sinus dan evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan dengan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

PEMERIKSAAN MULUT DAN BIBIR
Tujuan : mengetahui bentuk kelainan mulut dan untuk mengetahui kebersihan mulut
Persiapan Alat : a) senter kecil
                               b) sudip lidah
                              c) sarung tangan bersih
                              d) kasa
Prosedur Pelaksanaan
a.   Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi, dan stomatitis.
Normal : warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis.
b.   Inspeksi dan palpasi struktur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan,warna, posisi lidah, dan keadaan langit-langit.
     Normal : gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit-langit utuh dan tidak ada tanda infeksi.
·           Gigi lengkap pada orang dewasa 36 buah : 16 di rahang atas, 16 di rahang bawah.
·           Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia 6 bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu diikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia 6 tahun hingga 14 tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan gigi diganti gigi tetap.
*          Usia 6 bulan : gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah)
*          Usia 7-8 bulan : gigi berjumlah 6 buah (2 dirahang atas, 4 dirahang bawah)
*          Usia 9-11 bulan : gigi berjumlah 8 buah (4 dirahang atas, 4 dirahang bawah)
*          Usia 12-15 bulan : gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas, 6 dirahang bawah)
*          Usia 16-19 bulan : gigi berjumlah 16 buah (8 dirahang atas, 8 dirahang bawah)
*          Usia 20-30 bulan : gigi berjumlah 20 buah (10 dirahang atas, 10 dirahang bawah)

1)         Untuk melihat faring gunakan Tongstapel yang sudah dibungkus kassa steril, kemudian minta klien menjulurkakn lidah dan berkata “AH” amati ovula/epiglottis simetris tidak terhadap faring, amati tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).
2)         Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakan dan nyeri.
3)         Lakukan palpasi dasar mulut dengan menggunakan jari telunjuk dengan memakai handscond, kemudian suruh pasien mengatakan kata “EL” sambil menjulurkan lidah, pegang ujung lidah dengan kassa dan tekan lidah dengan jari telunjuk, posisi ibu jari menahan dagu.
4)         Catat apakah ada respon nyeri pada tindakan tersebut
Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

PEMERIKSAAN LEHER
Tujuan :a) menentukan struktur integritas leher
                   b) mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
                   c) memeriksa system limfatik
persiapan Alat : stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
a)        Inpeksi leher : warna integritas, bentuk simetris
Normal : warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar gondok.
b)       Inspeksi dan auskultasi arteri karotis : lokasi pulsasi
Normal : arteri karotis terdengar
c)        Inspeksi dan palpasi : kelenjar tiroid (nodus/difus, pembesaran, batas, konsistensi, nyeri,gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjar limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjar parotis (letak, terlihat/teraba)
Normal : tidak teraba pembesaran kelenjar gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada nyeri.
Dengan inpeksi dan palpasi amati dan rasakan :
a.        Bentuk leher simetris atau tidak, Ektomorf/kurus ditemukan pada orang dengan gizi jelek atau TBC, sedangkan Endomorf ditemukan pada klien obesitas, adakah peradangan, jaringan parut, perubahan warna dan massa.
b.        Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada saat klien menelan.
Normal : tidak teraba kecuali pada orang kurus.
c.        Vena jugularis, ada pebesaran atau tidak, dengan cara melekukan pembendungan pada supraclavikula kemudain tekan pada ujung proximal venajugularis sambil melepaskan bendungana pada supraclavikula, ukurlah jarak vertical permukaan atas kolom darah terhadap bidang horizontal, katakanlah jaraknya a cm di atas atau di bawah bidang horizontal. Maka nilai tekanan vena jugularis adalah : JVP = 5-a cm, (bila dibawah bidang horizontal) JVP = 5-a CmHg, (bila di atas bidang horizontal).
Normal: JVP = 5-2 CmHg
d.        Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan memasukkan kateter pada vena,
Normal (tekanan) : CVP = 5-15 CmHg
e.        Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe leher (Adenopati Limfe) menandakan adanya peradangan pada daerah kepala, orofaring, infeksi TBC, atau syphilis.
f.         Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi yodium perhatikan posisi trachea, bila bergeser atau tidak simetris dapat terjadi karena proses desak ruang atau fibrosis pada paru atau mediastinum.
g.        Auskultasi : bising pembuluh darah.
Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang didapat dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

PEMERIKSAAN DADA
Posisi klien : berdiri, duduk dan berbaring
Tujuan :a) mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
                   b) mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan
                   c) mengetahui adanya nyeri tekan, massa, peradangan, traktil premitus
                   d) untuk mengetahui batas paru dengan organ sekitarnya
                   e) mendengarkan bunyi paru/adanya sumbatan aliran udara
Persiapan Alat :a) stetoskop
                                  b) penggaris centimeter
                                  c) pensil penanda

secara umum ada beberapa garis bayangan yang digunakan dalam pemeriksaan torak yaitu:
1.     Garis midsternalis : garis yang ditarik dari garis tengah sterna ke bawah
2.     Garis midclavikula : garis yang ditarik dari pertengahan clavikula ke bawah
3.     Garis mid axillaries : garis yang ditarik dari pertengahan axilla ke bawah
4.     Garis mid spinalis : garis yang ditarik dari pertengahan spinal ke bawah
5.     Garis mid scapula : garis yang ditarik dari pertengahan scapula ke bawah

Prosedur Pelaksanaan
a.        Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan atau penonjolan.
Normal : simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema.
Bentuk thorax, kesimetrisan, keadaan kulit.
a)     Normal chest : diameter proximodistal lebih panjang dari anterodistal
b)     Pigeon chest : diameter anteroposterior lebih panjang dari proximodistal
c)     Funnel chest : diameter anteroposterior lebih pendek dari proximodistal
d)     Barrel chest : diameter anteroposterial sama dengan proximodistal
e)     Kyposis : tulang belakang bengkok ke depan
f)      Scoliosis : tulang belakang bengkok ke samping
g)     Lordosis : tulang belakang bengkok ke belakang

Macam-macam pola pernafasan :
1)     Eupnea : irama dan kecepatan pernafasan normal
2)     Takipnea : peningkatan kecepatan pernafasan
3)     Bradipnea : lambat tapi merupakan pernafasan normal
4)     Apnea : tidak terdapatnya pernafasan
5)     Chene Stokes : pernafasan secara bertahap lebih cepat dan dalam, dan melambat diselingi periode apnea.
6)     Biot’s : perafasan cepat dan dalam dengan berhenti tiba-tiba
7)     Kusmaul : pernafasan cepat dan dalam tanpa berhenti
Amati pernafasan klien : frekuensi (16-24 x/menit), retraksi intercosta, retraksi suprasternal, pernafasan cupiong hidung.

b.        Palpasi : simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
·  Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada dibawah papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakn apakah pergerakan paru kiri dan kanan sama.
·  Berdiri dibelakang  pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah scapula/setinggi costa ke-10, ibu jari Ka.Ki didekatkan jangan sampai menempel, dan jari-jari diregangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien kembali menarik nafas dalam amati gerakkan ibu jari Ka.Ki sama atau tidak.
                Palpasi Taktil Vremitus posterior dan anterior
·  Meletakkan telapak tangan kanan dibelakang dada tepat pada apex paru/setinggi supra scapula (posisi posterior).
·  Menginstruksikan pasien untuk mengucapkan kata “Sembilan-sembilan” (nada rendah)
·  Minta klien untuk mengulangi mengucapkan tanda tersebut, sambil pemeriksa menggerakkan ke posisi Ka.Ki kemudian ke bawah sampai pada basal paru atau setinggi vertebra thoraxkal ke-12.
·  Bandingkan vremitus pada kedua posisi paru.
·  Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah
·  Ulangi/lakukan pada dada anterior.

c.        Perkusi : paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bnadingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi).
Normal : resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat= hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan—hilang>>redup.
d.        Auskultasi : suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoscop di lapang paru Ka.Ki, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan diatas trachea).
Normal : bunyi nafas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.

Jenis suara nafas :
1.     Vesikuler : terdengar di seluruh lapang paru dengan intensitas suara rendah, lembut dan bersih.
2.     Bronchial : di atas manubrium sterni, suara tinggi, keras dan bersih
3.     Bronkovesikuler : intercosta 1 dan 2, dan antara scapula, intensitas sedang dan bersih
4.     Trakeal : diatas trakea pada leher, intensitas sangat tinggi, keras dan bersih.
Jenis Suara Tambahan :
1.     Rales : suara yang terdengar akibat exudat lengket saat inspirasi. Rales halus, terdengar merintik halus pada akhir inspirasi. Rales kasar, terdengar merintik sepanjang inspirasi. Rales tidak hilang denagn batuk.
2.     Ronchi : akibat penumpukan exudat pada bronkus-bronkus besar, terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi, hilang bila klien batuk.
3.     Wheezing : terdengar ngiik-ngiik saat inspirasi akibat penyempitan bronkus.
4.     Pleural tricion rab : terdengar kasar seperti gosokan amplas akibat peradangan pleura terdengar sepanjang pernafasan lebih jelas pada antero lateral bawah dinding torak.

Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

PEMERIKSAAN SYSTEM KARDIOVASKULER
Tujuan :a) mengetahui ketidnormalan denyut jantung
                   b) mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar
                   c) mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
                   d) mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan Alat :a) stetoscop
                                  b) senter kecil

Prosedur Pelaksanaan
a.        Inspeksi : amati denyut apek jantung/ictus cordis : denyutan dinding torak akibat pukulan ventrikel kiri pada dinding torak.
Normal : pada ICS V Mid clavikula kiri selebar 1 cm, sulit ditemukan pada klien yang gemuk.
b.        Palpasi : Merasakan adanya pulsasi.
·  Palpasi spasium interkostalis ke-2/ICS II kanan untuk menetukan area aorta dan spasium intercosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri.
·  Palpasi sapsium interkostalis ke-5/ICS V kiri untuk mengetahui area trikuspidalis/ventrikuler amati adanya pulsasi
·  Dari intercosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri dimana akan ditemukan daerah apical jantung atau PMI (point of maximal impuls) temukan pulsasi kuat pada area ini.
·  Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika atau dibawah sternum.
Normal : untuk inspeksi dan palpasi pada dinding torak, normalnya pulsasi tidak ada.
c.        Perkusi :
·  Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukan batas jantung bagian kiri.
·  Laukukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mmengetahui batas jantung kanan.
·  Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan bawah jantung.
·  Bunyi resup menunjukkan organ jantung pada daerah perkusi.
Normal : bataas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm kea rah kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5, dan 8.
d.        Auskultasi :
·  Menganjurkan pasien bernafas normal dan menahannya saat ekspirasi selesai
·  Dengarkan suara jantung dengan meletakkan stetoscop pada interkostalis ke-5 sambil menekan arteri carotis.
üBunyi S1: dengarkan suara “LUB” yaitu bunyi dari menutupnya katub mitral (bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
üBunyi S2 : dengarkan suara “DUB” yaitu bunyi menutupnya katub seminularis (aorta dan pulmonalis) pada saat diastolic.
üBunyi S3 : gagal jantung “LUB-DUB-..”
üBunyi S4 : pada pasien hipertensi “DEE..-LUB-DUB”.
Normal : terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).

PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN AKSILA
Tujuan :a) mengetahui adanya massa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara
                   b) mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan Alat :a) sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)

Prosedur Pelaksanaan :
a.        Inpeksi payudara : integritas kulit
b.        Palpasi payudara : bentuk, simetris, ukuran, aereola, putting dan penyebaran vena
c.        Inspeksi dan palpasi aksila : nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi
Setelah diadakan pemeriksaan dada dan aksila evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

PEMERIKSAAN ABDOMEN
Posisi klien : berbaring
Tujuan :a) mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan perut
                   b) mendengarkan suara peristaltic usus
                   c) meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.
Persiapan Alat :a) posisi klien : berbaring
                                  b) stetoskop
                                  c) penggaris kecil
                                  d) pensil gambar
                                  e) bantal kecil
                                  f) pita pengukur
Prosedur Persiapan :
a.        Inspeksi : kuadran dan simetris, countour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan,pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal : simetris Ki.Ka, warna dengan warna kulit lain sama, tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
b.        Auskultasi : suara peristaltic (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub: aorta, a.renalis, a.illiaka (bagian bell). Bunyi peristaltic yang panjang dank eras disebut Borborygmi biasanya terjadi pada klien gastroenteritis, dan bila sangat lambat (meteorismus) pada klien ileus paralitik.
Normal : suara peristaltic terdengar setiap 5-20 x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri illiaka dan aorta.
c.        Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaimana kualitas bunyinya.
·  Perkusi hepar : batas
·  Perkusi limfa : ukuran dan batas
·  Perkusi ginja : nyeri
Normal : timpani, bila hepar dna limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan=hipertimpani.
d.        Palpasi ringan : untuk mengetahui adnya massa dan respon nyeri tekan, letakkan telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai kuadran.
Palpasi dalam : untuk mengetahui posisi organ dalam seperti hepar, ginjal, limpa, dengan metode bimanual/2 tangan.
·  Hepar
ü  Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian hipokondria kanan, kiira-kira pada interkosta ke 11-12
ü  Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ hepar. Kaji hepatomegali.
·  Limpa
ü  Metode yang digunakan seperti pada pemeriksaan hepar
ü  Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta kiri dan minta pasien mengambil nafas dalam kemudian tekan saat inhalasi tentukan adanya limpa.
ü  Pada orang dewasa normal tidak teraba
·  Renalis
ü  Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan bawah perut setinggi lumbal 3-4 dibawah kosta kanan
ü  Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi lumabal 1-2 di bawah kosta kiri.
ü  Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba adanya ginjal rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon nyeri.
·  Appendiks
ü  Posisi klien tetap terlentang, buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney yaitu dengan cara menarik garis bayangan dari umbilicus ke SIAS dan bagi menjadi 3 bagian. Tekan pada sepertiga luar titik Mc Burney. Bila ada nyeri tekan, nyeri lepas dan nyeri menjalar kontralateral berarti ada peradangan pada appendik.
ü  Palpasi dan perkusi untuk mengetahui ada acites atau tidak : perkusi dari bagian lateral ke medial, perubahan suara dari timoani ke dullness merupakan batas cairan acites
ü  Shiffing Dullnes, dengan perubahn posisi miring kanan/miring ke kiri, adanya cairan acites akan mengalir sesuai dengan gravitasi, dengan hasil perkusi sisi lateral lebih pekak/dullness.
Normal : hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.

PEMERIKSAAN EKSTREMITAS ATAS (BAHU, SIKU, TANGAN)
Tujuan :a) memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
                   b) mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian.
Persiapan Alat :a) meteran
Posisi klien : berdiri, duduk.

Prosedur Persiapan :
a.        Inspeksi struktur musculoskeletal : simetris dan pergerakan, integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal : simetris Ka.Ki, integritas kulit baik, rom aktif, kekuatan otot penuh.
b.        Palpasi : denyutan arteri brachialis dan a.radialis.
Normal : teraba jelas
c.        Tes reflex : tendon tripsep, bisep, dan brachioradialis.
Normal : reflek bisep dan trisep positif.
Setelah diadakan pemeriksaan ekstremitas atas evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

PEMERIKSAAN EKSTREMITAS BAWAH (PANGGUL, LUTUT, PERGELANGAN KAKI DAN TELAPAK KAKI)
Prosedur Persiapan :
a.        Inspeksi struktur musculoskeletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal : simetris Ka.KI, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
b.        Palpasi : arteri femoralis, a.poplitea, a.dorsalis pedis (denyutan)
Normal : teraba jelas
c.        Tes reflex : tendon patella dan archilles
Normal : tendon patella dan archilles positif.

Setelah diadakan pemeriksaan ekstremitas bawah evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

PEMERIKSAAN GENITALIA (ALAT GENITAL, ANUS, RECTUM)
Posisi klien : pria berdiri dan wanita litotomy
Tujuan :a) melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genitalia
             b)megetahui adanya abnormalitas pada genitalia, misalnya varises, edema, tumor/benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
                   c) melakukan perawatan genitalia
                   d) mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.
Persiapan alat : a) lampu yang dapat diatur pencahayaannya
                                  b) sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan :
Genetalia Pria
a.        Inspeksi : amati penyebaran dan kebersihan rambut pubis. Kulit penis dan scrotum adakah lesi, pembengkakan atau benjolan. Lubang uretra adakah penyumbatan, lubang uretra pada bagian bawah (Hipospadia) lubang uretra pada batang penis (Epispadia).
b.        Palpasi penis : adakah nyeri tekan, benjolan, cairan yang keluar scotum dan testis : adakah benjolan, nyeri tekan, ukuran penis, testis normalnya teraba elastic, licin dan tidak ada benjolan.

Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :
1.     Hidrocele : akumulasi cairan serosa diantara selaput visceral dan parietal pada tunika vaginalis.
2.     Scrotal hernia : hernia dalam scrotum
3.     Spermatocele : cysta epididimis, terbentuk karena adanya obstruksi pada tubulus/ saluran sprema.
4.     Epididmal Mass/Nodularyti : disebabkan adanya neoplasma benaign atau maligna, syphilis, atau tuberculosis.
5.     Episdidmitis : inflamasi atu infeksi oleh Escherichia coli, gonorrhoe, atau mycobacterium tuberculosis.
6.     Torsi pada salurna sperma : axil rotasi atau vuvulus pada saluran sperma diakibatkan infarktion pada tertis.
7.     Tumor testicular : tumor pada testis penyebabnya multiple sifatnya biasanya tidak nyeri.

c.        Inspeksi dan palpasi hernia : amati daerah inguinal dan femoral, adakah pembengkakan. Sebelum palpasi, anjurkan klien berrdiri dengan sebelah kaki, dengan sisi yang akan diperiksa agak ditekuk. Masukkan jari telunjuk ke dalam kulit scrotum dan dorong ke atas cincin inguinal eksternal. Bila cincin membesar suruh klien mengejan atau batuk, dengan cara ini hernia inguinalis akan teraba.

PEMERIKSAAN RECTUM
Tujuan :a) mengetahui kondisi anus dan rectum
                   b) menentukan adanya massa atau bentuk tidak teratur dari dinding rectal.
                   c) mengetahui integritas springter anal eksternal
                   d) memeriksa kanker rectal dll.
Persiapan Alat :a) sarunga tangan sekali pakai
                                  b) zat pelumas
                                   c) penetangan untk pemeriksaan
Prosedur Pelaksanaan :
Wanita
a.        Inspeksi genitalia eksternal : mukosa kulit, integritas kulit, countour simetris, edema, pengeluaran.
Normal : bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, simetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus/bau)
Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengularan.
b.        Palpasi  vagina, uterus dan ovarium : letak ukuran, konsistensi dan massa
c.        Pemeriksaan anus dan rectum : feses, myeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran dan pendarahan.
Normal : tidak ada nyeri, tidak terdapat edema,/ hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan  normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapatkan tersebut.

Pria
a.        Inspeksi dan palpasi penis : integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal : integritas kulit baik, tidak ada massa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah
b.        Inspeksi dan palpasi scrotum : integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan.
c.        Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan pendarahan.
Normal : tidak ada nyeri,tidak terdapat edema/ hemoroid/polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan genitalia wanita evaluasi hasil yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
Tujuan :a) untuk memperoleh data dasar tentang oto, tulang dan persendian.
                   b) untuk mengetahui mobilitas, kekuatan otot dan gangguan-gangguan pada daerah tertentu.
Prosedur Pelaksanaan:
Muskuli /Otot
a.        Inspekksi mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur dan catat jika ada perbedaan dengan meteran)
b.        Palpasi pada otot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk mengetahui adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba.
c.        Lakukan uji kekuatan otot dengan menyuruh pasien menarik atau mendorong tangan pemeriksa dan bandingkan tangan Ka.Ki.
d.        Amati kekuatan suatu otot dengan member penahanan pada anggota gerak atas dan bawah, suruh pasien menahan tangan atau kaki sementara pemeriksa menariknya dari yang lemah sampai yang terkuat amati apakah pasien bisa menahan.
Tulang /Ostium
a.        Amati kenormalan dan abnormalan susunan tulang
b.        Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekann dan pembngkakan.
Persendian/ Articulasi
a.        Inspeksi semua persendian untuk mengetahui adanya kelainan sendi.
b.        Palpasi persendian apakah ada nyeri tekan
c.        Kaji range of mosio/ rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-ekstensi, dll).

PEMERIKSAAN SISTEM NEUROLOGI
Tujuan : untuk mengetahui integritas system persyarafan yang meliputi fungsi nervus cranial, sensori, motor dan reflek.
Tindakan : pengkajian 12 syaraf cranial (O.O.O.T.T.A.F.A.G.V.A.H)
1.     Olfaktorius/penciuman
Meminta pasien membau aroma kopi dan vanilla atau aroma lain yang tidak menyengat. Apakah [asien dapat mengenali aroma.

2.     Opticus/penglihatan
Meminta klien untuk membaca baan bacaan dan mengenali benda-benda disekitar, jelas atau tidak.

3.     Okulomotorius/kontriksi dan dilatasi pupil
Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya dan akomodasinya

4.     Throklear/gerakan bola mata ke atas dan bawah
Kaji arah tatapan, minta pasien untuk melihat ke atas dan ke bawah.
5.     Trigeminal/ sensori kulit wajah, pengerak otot rahang
Sentuhan ringan kornea dengan usapan kapas untuk menguji reflek kornea (reflek nrgatif (diam)/positif (ada gerakan)). Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah kaji nyeri menyilang pada kulit wajah. Kaji kemampuan klien untuk mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot rahang.

6.     Abdusen/gerakan bola mata menyamping
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kesamping Ka.Ki.

7.     Facial/ekspresi wajah dan pengecapan
Memiinta klien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi, menaikkan dan menurunkan alis mata, perhatikan kesimetrisannya.

8.     Auditorius/pendengaran
Kaji klien terhadap kata-kata yang dibicarakan, suruh klien mengulangi kata/ kalimat.

9.     Glosofaringeal/pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah
Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin, pada bagian pangkal lidah.
Gunakan penekan lidah untuk menimbulkan “reflek gag” meminta klien untuk menggerkkan lidahnya.

10.  Vagus/sensasi faring, gerakan pita suara
Suruh pasien untuk mengatakan “ah” kaji gerakan palatum dan faringeal, periksa kerasnya suara pasien.

11.  Asesorius/gerakan kepala dan bahu
Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala kearah yang ditahan oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan.

12.  Hipoglosal/posisi lidah
Meminta klien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan menggerakkan ke berbagai sisi.

Pengkajian syaraf sensori :
Tindakan  :
1.        Minta klien menutup mata
2.        Berikan rangsangan pada klien:
a.        Nyeri superficial : gunakan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien pada titik-titik yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk mengungkapkan tingakt nyeri dan diagian mana
b.        Suhu : sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien mengatakan sensasi yang dirasakan.
c.        Vibrasi : tempelkan garpu tala yang sudah di getarkan dan tempelkam pada falangeal/ujung jari, meminta pasien untuk mengatakan adanya getaran.
d.        Posisi : tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik turun kemudian berhenti suruh pasien mengatkan diatas/dibawah.
e.        Stereognosis : berikan pasien benda familiar (koin atau sendok) dan berikan waktu beberapa detik, dan suruh pasien untuk mengatakan benda apa itu.

Pengkajian reflex:
1.        Reflek Bisep
·       Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 450 , dengan posisi tangan pronasi (menghadap ke bawah)
·       Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital didasar tendon bisep dan jari-jari lain diatas tendon bisep
·       Pukul ibu jari anda dengan reflek harmmer, kaji reflex.

2.        Refleks Trisep
·       Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
·       Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi
·       Meminta pasien untuk merilekskan legan
·       Raba trisep untuk memastikan otot tidak tegang
·       Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji reflek.

3.        Refelk Patella
·       Minta pasien duduk dan tungkaai menggantung ditempat tidur/kursi
·       Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan dada
·       Pukul tendon patella, kaji reflex

4.        Reflex Brakhioradialis
·       Letakkan lengan tangan bawaah pasien diatas tangan pemeriksa
·       Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
·       Pukul tendo brakhialis pada radius distal dengan bagian data harmmer, catat reflex.

5.        Reflex Achilles
·       Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi seperti pada pemeriksa patella.
·       Dorsofleksikan telapak kaki dengan tangan pemeriksa
·       Pukul tendo Achilles, kaji reflek

6.        Reflekx Plantar (babinsky)
·       Gunakan benda dengan ketajaman yang sedang (pensil/ballpoint) atau ujung stick harmmer
·       Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai dari ujung telapak kaki sampai dengan sudut telapak jari kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek positif telapak kaki akan tertarik ke dalam.

7.        Reflex Kutaneus
a.        Glutel
·  Meminta pasien melakukan posisi berbaring miring dan buka celana seperlunya.
·  Rangsang ringan bagian perineal dengan benda berujung kapas
·  Reflek positif spinter ani berkontraksi
b.        Abdominal
·  Minta klien berdiri/berbaring
·  Tekan kulit abdomen dengan benda berujung kapas dari lateal ke medial, kaji gerakan reflek otot abdominal
·  Ulangi pada ke-4 kuadran (atas Ka.Ki dan bawah Ka.Ki)
c.        Kremasterik/pada pria
·  Tekan bagian paha atas dalam menggunakan benda berujung kapas (cuttonbud).
·  Normalnya skrotum akan naik/meningkat pada daerah yang dirangsang.

semoga artikel ini bermanfaat buat kita....
terimakasih sudah mengunjungi blog celotehdian....
see you at the next article.... 
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar